SIAK, Riaubertuah.co.id - Pemkab Siak menginginkan Izin Usaha Perkebunan (IUP) PT Wana Subur Sawit Indah (WSSI) dicabut oleh Kementerian Pertanian. Menyusul hal tersebut, Pemkab Siak sudah mengajukan surat ke Menteri Pertanian RI.
Surat yang dikirim Nomor:590/BPT/IV/2021/140.0 perihal meninjau ulang izin usaha perkebunan PT WSSI. Asisten I Setdakab Siak L Budhi Yuwono mengatakan, hingga saat ini PT WSSI belum dapat memenuhi kewajiban-kewajiban sesuai dengan aturan yang berlaku.
Akibatnya hal tersebut telah menimbulkan konflik berkepanjangan di lapangan baik dengan masyarakat. Kemudian PT WSSI hingga saat ini belum membangun kebun plasma 20 persen dari luas areal diusahakan.
Padahal PT WSSI telah menandatangani perjanjian kerjasama dengan 4 koperasi yakni Koperasi Buana Makmur di Kampung Buatan II seluas 793 hektare.
Koperasi Usaha Bersama di Kampung Rantau Panjang seluas 373 hektare, Koperasi Gemilang Jaya di Kampung Sri Gemilang seluas 160 hektare dan Koperasi Mondan Bersatu di Kampung Buatan I seluas 270 hektare.
Surat perjanjian kerjasama itu ditandatangani langsung pemilik PT WSSI Ho Kiarto pada April 2016 lalu di atas matrai 6000.
Pada klausul perjanjian itu, dibunyikan bahwa jika tidak berhasil memulai penanaman kelapa sawit untuk kebun kemitraan paling lama April 2016, maka Ho Kiarto mengundurkan diri dari Siak.
Nyatanya hingga saat ini, perjanjian itu belum dilaksanakan. Anehnya, saat masyarakat masih menuntut perjanjian Ho Kiarto tersebut malah terbit Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) PT WSSI oleh Pemprov Riau.
Hal ini memicu konflik baru di kecamatan Koto Gasib, bahwa tidak adil jika WSSI masih ingin merenggut kayu akasia yang tumbuh subur di atas lahannya yang gagal menanam sawit.
Budhi mengatakan, kewajiban mengadakan plasma minimal 20 persen dari luas lahan yang diusahakan berdasarkan peraturan Menteri Pertanian Nomor: 98/Permentan/OT/.140/9/2013.
Pemkab Siak meminta Kementerian Pertanian RI melalui Direktorat Jenderal Perkebunan melakukan peninjauan ulang terhadap IUP PT WSSI tersebut.
Sebelumnya, pada 23 Juni 2021 lalu di Kota Siak Sri Indrapura, Bupati Alfedri juga menyampaikan langsung kepada Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Surya Tjandra, agar lahan konsesi PT WSSI dijadikan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Sebab menurut Alfedri, jika lahan tersebut diberikan ke masyarakat, akan dapat meningkatkan perekonomian, terkhusus warga tempatan.
Bupati Siak Alfedri menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Siak Tahun Anggaran 2020 dalam rapat paripurna DPRD Kabupaten Siak yang diselenggarakan secara virtual, Jumat (28/5/2021) dari Ruang Bandar Siak Live Room Lt II Kantor Bupati Siak.
Dalam konflik penerbitan IPK ini, Budhi mewakili Pemkab Siak untuk hadir rapat dengan Pemprov Riau di kantor Gubernur Riau, Jumat (30/7/2021) untuk pembahasan konflik IPK WSSI tersebut.
Selain Budhi, juga hadir Ketua dan Wakil Ketua I DPRD Siak, Azmi dan Fairus. Dalam rapat itu, Budhi Yuwono sempat skakmat Kepala Dinas LHK Riau Maamun Murod yang terkesan membela WSSI.
“Siak tahu saya, kita bicara kewenangan, IPK diterbitkan provinsi bisa dicabut tanpa TUN. Sementara IUP yang menerbitkan kementerian, kapan peralihan kewenangan ini ke kabupaten perlu kita pertimbangkan," kata Budhi kepada Kepala Dinas LHK Riau, Maamun Murod dalam rapat itu.
"Provinsi saja ragu-ragu mencabut IPK yang diterbitkannya, apalagi kami, kami ini anak provinsi,” imbuhnya.
Dengan suara lantang, Budhi mengatakan harusnya dicari solusi atas persoalan PT WSSI dan tidak asal ngomong saat rapat ini.
“Kita coba cari solusi, jangan asal ngomong saja di sini. Kita tanya perusahaan mau tak mengembalikan semua izin itu ke negara, kalau mau selesai, jangan bikin kisruh di tempat kami, semalam ribut lagi," ujarnya.
"Kami bukan semacam provinsi, yang hanya menyuruh meyelesaikan, kami mengayomi masyarakat kami,” kata Budhi.
Ketegasan Budhi dalam rapat itu menuai pujian dari masyarakat Siak. Sebab, Budhi yang mewakili Pemkab Siak menegaskan untuk mendengarkan aspirasi masyarakat di 4 kampung di kecamatan Koto Gasib.
Pertemuan perwakilan warga, Pemkab Siak, DPRD Siak dengan Pemprov Riau, Jumat sore kemarin itu belum membuahkan hasil apa-apa.
Ketua DPRD Siak H Azmi dicegat wartawan di loby utama kantor gubernur Riau usai menghadiri rapat konflik lahan PT WSSI dengan warga Siak, Jumat (30/7/2021) di kantor Gubernur Riau.
Ketua DPRD Siak H Azmi dicegat wartawan di loby utama kantor gubernur Riau usai menghadiri rapat konflik lahan PT WSSI dengan warga Siak, Jumat (30/7/2021) di kantor Gubernur Riau.
Sementara itu, Ketua DPRD Siak Azmi mengatakan, pihaknya berkomitmen mendukung Pemkab Siak untuk mengusulkan pencabutan IUP PT WSSI.
Azmi mengaku sudah gerah dengan PT WSSI yang tidak pernah menepati janji kepada masyarakat.
“Besok (Selasa) kami hearing dengan Kepala Dinas Pertanian Siak membahas soal IUP. Ini sekali jalan, kita juga mendorong kuat agar IPK dan IUP PT WSSI dicabut," ucapnya.
" IPK itu kan kewenangan provinsi jadi kita sudah minta provinsi mencabut tapi provinsi belum mau. Kalau IUP itu kan kementrian, dalam hal ini kita dukung penuh Pemkab Siak,” lanjut Azmi.
Menurut Azmi, Pemprov Riau membuat banyak pihak kaget karena terbilang berani menerbitkan Izin IPK untuk PT WSSI. Sebab, perusahaan itu tak pernah berhasil menyelesaikan tanggungjawabnya di Siak.
Pemprov Riau melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) telah menerbitkan IPK untuk PT WSSI dengan Nomor Kpts.18/DPMPTSP/2021, pada 23 Maret 2021 lalu.
Azmi dan sejumlah anggota DPRD Siak mempertanyakan dasar Pemprov Riau menerbitkan IPK untuk PT WSSI tersebut.
Selain itu, Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: SK.579/Kpts/HK.350/Dj.Bun/VII/2001 yang diterbitkan 24 Juli 2001 silam, PT WSSI memiliki IUP.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK/541/MENHUT-II/2010, perusahaan tersebut berhak mengelola hutan produksi seluas kurang lebih 6.096 Ha yang berada di kelompok hutan sungai Siak yang terletak di Kabupaten Siak untuk budidaya perkebunan.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Siak Fairus yang juga berasa dari Koto Gasib mengetahui betul lokasi PT WSSI.
Selain bermasalah juga sering menjadi tersangka ke Pengadilan Negeri (PN) Siak karena kasus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla).
Ia mendengar alasan Pemprov Riau memberikan IPK seluas 1.577 hektare dari total 6.096 hektare areal kerja izin usaha perkebunan PT WSSI untuk menyiapkan lahan penanaman kelapa sawit.
Alasan itu tidak dapat diterima mengingat rekam jejak perusahaan serta IUP yang dimiliki. Menurut Fairus, selama 20 tahun lebih perusahaan tidak mampu memberikan manfaat kepada daerah maupun masyarakat tempatan.
"Alasan Pemprov Riau mengeluarkan IPK yang saya dengar begitu, sebab itu mau dibersihkan dan akan ditanami sawit. Selama ini kemana?" ujarnya dengan nada bertanya.
"Kok baru sekarang punya inisiatif seperti itu. Selama 20 tahun ini kemana?. Kok hanya 50 persen dari total lahan seluas 6.096 hektare yang diberikan yang mampu dikelola oleh perusahaan," kata dia.
Fairus mengakui, di atas izin PT WSSI itu, ada tumbuh kayu akasia seluas 1.577 Ha. Saat ini kayu akasia itu sudah bisa dipanen. Karena hal tersebut pihak PT WSSI memohonkan IPK, tanpa melihat kebelekang, Pemprov Riau pun menerbitkan IPK.
Dimungkinkan bahwa pihak PT WSSI hanya ingin memanfaatkan kekayaan di atas lahan itu tanpa bertanggungjawab untuk mengelola sebagaimana IUP diberikan.
“Kan boleh kita beranggapan seperti ini. Sebab, dari dulu mereka tak ada inisiatifnya untuk daerah maupun masyarakat tempatan," kata politisi PAN itu. Untuk diketahui, pemilik PT WSSI adalah Ho Kiarto, mempunyai rekam jejak sebagai terpidana kasus BLBI.
sumber ; tribunpekanbaru.com